Menguap dan Kerusakan Otak


 Mengapa Kita Menguap??
Fitria Handayanita



Menguap bukan lah perkara Hoaaam. Riset mengungkapkan bahwa sedikit saja bukti ilmiah untuk mendukung banyak pendapat populer kita tentang mengapa kita menguap, kapan kita menguap, apa fungsi menguap itu, dan keadaan-keadaan mana yang mempengaruhi perubahan-perubahan dalam perilaku menguap.

Bukti menyarankan bahwa menguap dipicu keadaan-keadaan psikologis yang belum diketahui. Tetapi, meman benar bahwa mengamati orang menguap dapat segera merangsang menguap, salah satu diantara perilaku manusia dimana ini terjadi. Sungguh menguap dapat dipicu oleh sekadar membaca atau sekadar memikirkan tentang menguap.

Temua-temuan seperti ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan otoritas paling terkemuka di dunia tentang menguap, Dr. Robert Provine, guru besar psikologi pada University of Maryland. Dr. Provine dan dua peneliti lain telah meringkas apa yang telah diungkapkan ilmu pengetahuan tentang menguap sejauh ini. 

 Apa itu Menguap???

Menguap adalah perilaku manusia yang lazim dan barangkali universal. Menguap dilakukan sepanjang hidup. Waktu menguap "mulut menganga disertai dengan menghirup napas lama-lama diikuti dengan mengeluarkan napas dengan singkat."





Kenapa Menguap Penting??

Menguap penting untuk membuka saluran Eustachius (yang berawal di telinga menuju kerongkongan) dan untuk menyesuaikan tekanan udara di telinga tengah.

Menguap amat penting secara klinis bagi kesehtan. Menguap, atau tidak adanya tindakan meguap, dapat merupakan simtom luka-luka di otak, tumor-tumor, pendarahan, mabuk perjalanan, korea, dan ensefalitis. Menguap juga merupakan faktor terapeutik yang penting dalam mencegah komplikasi-komplikasi pernapasan pasca bedah. Orang telah melaporkan bahwa orang-orang gila jarang menguap, selain kalau otaknya rusak. Sejumlah praktisi klinis mengatakan bahwa orang-orang yang menderita penyakit fisik akut tidak menguap sampai mereka berada dalam perjalanan menuju kesembuhan.

Menguap lazimnya dikaitkan dengan mengantuk, bosan, dan tingkat-tingkat perangsangan yang rendah. studi-studi meneguhkan bahwa, misalnya, orang-orang itu lebih cenderung menguap ketika ikut serta dalam tugas-tugas yang panjang, tidak menarik, dan bersifat berulang-ulang dan lebih sering menguap kalau mengamati gejala-gejala yang tidak menarik daripada bila mengamati yang menarik.

Dr. Provine dan rekan-rekan berpendapat bahwa menguap amat kurang diteliti. Mereka menambah bahwa "keyakinan-keyakinan tentang hubungan antara mengantuk dan menguap berdasarkan pada kebijaksanaan rakyat dan pengamatan sehari-hari, sementara ilmu tidak banyak menambah. Misalnya, teks-teks tentang tidur hanya kadang-kadang menyebut sering menguap pada orang-orang yang mengantuk, tetapi biasanya hanyamengutip rujukan-rujukan yang tak ada hubungan nya atau secara umum saja tentang menguap."

Bukti-bukti neurologis bagi hubungan antara menguap dengan perenggangan berasal dari laporan-laporan kasus orang-orang yang menderita kerusakan otak yang tidak dapat membedakan perilaku itu. Selama menguap, orang-orang seperti itu sering melakukan gerakan-gerakan peregangan yang berkaitan pada bagian tubuh yang lumpuh. Studi-studi menunjukkan bahwa obat-obatan yang mengakibatkan menguap juga menghasilkan peregangan pada berbagai macam binatang. 

Menariknya, studi-studi Dr. Provine memperlihatkan bahwa "sekurang-kurangnya ada pula bukti bagi otonom sebagian" antara menguap dan peregangan. berdasarkan salah satu percobaan laboratorium, ia menambahkan, "47% peregangan disertai menguap, hanya 11% menguap yang disertai peregangan."

Apalagi, ia berteori bahwa menguap sebentar sebelum tidur dan setelah bangun boleh jadi merupakan sebuah mekanisme untuk meningkatkan kewaspadaan atau fungsi otak pada sesorang yang mengantuk, atau mekanisme untuk menekan kewaspadaan, mendorong relaksasi, atau mempercepat atau dengan cara lain mempersiapkan kita untuk tidur.

Dr. Provine dan rekan-rekannya  mengatakan "hanya sedikit hipotesiss tentang fungsi menguap yang telah dievaluai" Tetapi tidak ada dukungan yang ditemukan bagi pendapat-pendapat populer bahwa menguap adalah sebuah tanggapan terhadap tingkatan kadar karbon dioksida atau oksigen di dalam darah, atau entah bagaimana mengatur kadar-kadar itu. mereka telah menemukan bahwa laju menguap tidak dipelancar maupun ditekan dengan mengembuskan gas-gas dengan tingkat-tingkat karbon dioksida atau oksigen yang tinggi. para penelitian melaporkan bahwa menguap juga tidak dipengaruhi latihan olahraga berat. 

Telah pula ditemukan bahwa para penguap yang jarang menguap tidak mengompensasinya dengan menguap lebih lama. dan Orang-orang yang sering menguap pun tidak menguap lebih singkat. dan satu hal lagi. bila Dr. Povine dan rekan-rekannya benar dalam segala perkara yang telah disebutkan di atas itu, boleh jadi anda telah menguap sekurang kurangnya satu kali selama membaca beberapa alinea terakhir ini.

Referensi:
Juan, Stephen. 2006. Tubuh Ajaib. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Komentar

Postingan Populer